Hubungan Sejarah Dengan Ilmu-Ilmu Sosial
Sejarah dan ilmu sosial memiliki hubungan yang timbal balik. Karena
pada dasarnya sejarah adalah bagian dari ilmu sosial. Sejarah dan ilmu
sosial mempunyai ikatan yang tidak terpisahkan. Seperti yang telah
dijelaskan di atas sejarah pada dasarnya ialah ilmu diakronik, yaitu
memanjang dalam waktu dan menyempit dalam ruang. Sedangkan ilmu sosial
adalah ilmu yang sinkronik, yaitu menyempit dalam waktu dan melebar
dalam ruang. Sehinggga ketika sejarah dan ilmu sosial bersentuhan, maka
sejarah kan menjadi ilmu yang diakronis sekaligus sinkronis, yaitu
melebar dalam waktu, melebar pula dalam ruang. Dengan demikian, sejarah
dapat menjadi ilmu yang mampu menyangkup segalanya.
Oleh karena itu seorang sejarawan harus bisa berpikir ganda, baik diakronis maupun sinkronis (Kuntowijoyo 1995:88)
Dalam sejarah historiografi di Amerika, ada The New History (1912) yang
menganjurkan kooperasi antara lain ilmu sejarah dan ilmu sosial.
Demikian pula aliran Annales ( 1929) di Perancis yang berbuat sama. Di
Indonesia penganjur pertama kooperasi antara ilmu sejarah dan ilmu
sosial adalah Sartono Kartodirjo. Kuliah-kuliahnya di UGM sejak 1967,
buku yang ditulis di bawah pimpinannya, Sejarah Nasional ( 6 jilid pada
1970), dan buku-bukunya sendiri Peasant’s Revolt Of Banten in 1888
(1966) dan Protest Movement in Rural Java (1973) menunjukkan kedekatan
sejarah dan ilmu sosial (Kuntowijoyo 1995: 118). Dan juga ada beberapa
penulis yang menulis yang menulis tentang keterkaitan antara sejarah
dengan ilmu sosial di antaranya oleh M.N. Srinivas Social Change In
Modern Cina. Meskipun buku ini sebenarnya adalah buku antropologi,
tetapi topiknya ialah sejarah mentalitas (Kuntowijoyo 1995:120).
Di bawah ini adalah hubungan antara sejarah dengan beberapa ilmu- ilmu sosial :
1. Hubungan Sejarah dengan Sosiologi
Gejala sosial sangatlah wajar dan relevan untuk dipelajari dengan
pendekatan sosiologis. Misalnya saja perubahan sosial. Perubahan sosial
merupakan tema yang cukup luas cakupannya. Perubahan sosial secara
intern juga mencakup transformasi struktur pada sistem produksi, sistem
sosial , dan politik.
Analitis histories yang memakai perspektif struktural hanya bisa
dijelaskan dengan pertolongan ilmu sosial pada umumnya dan sosiologi
pada khususnya. Selain itu sejarah analitis dan sejarah struktural hanya
dapat dikaji dengan menggunakan pendekatan sosiologis pada khususnya
dan ilmu sosial pada umumnya. Dengan perkembangan jenis-jenis sejarah
tersebut terbuka kesempatan luas munculnya sejarah – sejarah baru.
Antara lain, sejarah politik gaya baru, sejarah sosial, sejarah
sosiologi, sosiologi sejarah, sejarah agraris. Sejarah sosiologi
menunjuk pada sejarah yang disusun dengan pendekatan sosiologi, yang
dilakukan oleh seorang sejarawan, sedangkan sosiologi sejarah adalah
studi sosiologi mengenai suatu kejadian atau gejala di masa lampau, yang
dilakukan oleh sosiolog. Hasil dari keduanya mungkin tidak banyak
berbeda. Dalam perkembangannya sampai sekarang rupanya lebih banyak
karya sosiologi sejarah. Penggarapan sejarah oleh seorang sosiolog
didasarkan atas bahan-bahan sejarah yang diperoleh oleh sejarawan.
Sosiolog tidak dapat melakukan kritik sumber. Pendekatan sosiologi dapat
saja dilakukan oleh sejarawan yang telah menguasai konsep dan teori
tantang sosiologi. Pada sejarawan masih ada kewajiban melakukan kritik
sumber yang pengkajiannya menuntut hal itu.
2. Hubungan Sejarah dengan Antropologi
Hubungan antara sejarah dan antropologi dilihat karena keduanya
mempunyai persamaan yang menempatkan manusia sebagai subyek dan obyek
dalam kajiannya. Di samping terdapat perbedaan, keduanya juga memiliki
persamaan,bila sejarah membatasi pada penggambaran suatu peristiwa
sebagai proses di masa lampau dalam bentuk cerita enmalig ( sekali
terjadi ), hal ini tidak termasuk bidang kajian antrpologi, namun jika
suatu penggambaran sejarah menampilkan masyarakat di masa lampau dalam
berbagai aspek kehidupan, termasuk ekonomi, politik, religi, dan
keseniannya. Maka gambaran tersebut mencakup unsur-unsur kebudayaan
masyarakat, dalam hal ini ada persamaan bahkan tumpang tindih antara
sejarah dan antropologi (Kartodjirjo 1993 : 153).
Dalam studi antropologi diperlukan pula penjelasan tentang struktur
sosial berupa lembaga-lembaga, pranata, dan sistem-sistem, yang semuanya
itu akan dapat dijelaskan lebih rinci apabila diungkapkan bahwa
struktur itu adalah hasil
Dari suatu perkembangan di masa lampau. Karena antropologi juga
mempelajari obyek yang sama, yaitu tiga jenis fakta yang terdiri atas
artifact, sociofact, dan mentifact, di mana semua itu adalah produk
historis dan hanya dapat dijelaskan dengan melacak sejarah
perkembangannnya. Fakta adalah petunjuk suatu kejadian.
Sebagai suatu konstruk maka fakta adalah hasil strukturasi oleh seorang
obyek. Begitu pun artifact sebagai benda fisik adalah konkret dan
merupakan hasil buatan. Artifact menunjukkan kepada proses pembuatan
yangtelah terjadi di masa lampau. Sebagai analoginya, sociofact yang
menunjuk kapada kejadian sosial (interaksi antara aktor dan proses
aktivitas kolektif ) yang telah mengkristalisasi sebagai pranata,
lembaga , organisasi, dan lain sebagainya. Jelaslah bahwa untuk memahami
struktur dan karakteristik sociofact perlu dilacak asal usulnya.,
proses pertumbuhannya, sampai wujud sekarang. Pendeknya, segala sesuatu
dan keadaan yang kita hadapi dewasa ini tidak lain adalah hasil dari
perkembangan masa lampau jadi produk sejarahnya (Kartodjirjo 1993:154).
3. Hubungan Sejarah dengan Psikologi
Dalam cerita sejarah, pelaku sejarah senantiasa mendapat sorotan yang
tajam, baik sebagai individu maupun kelompok. Sebagai individu, tidak
lepas dari peranan faktor-faktor internal yang bersifat psikologis,
seperti motivasi, minat, konsep diri dan sebagainya yang selalu
berinteraksi dengan faktor-fakor eksternal yang bersifat sosiologis,
seperti lingkungan keluarga, lingkungan sosial budaya, dan sebagainya.
Begitu pula dalam pelaku yang bersifat kelompok menunjuk sifat kolektif,
yaitu gejala yang menjadi obyek khusus psikologi sosial. Dalam
peristiwa sejarah, perilaku kolektif sangat mencolok, antara lain
sewaktu ada huru hara, gerakan sosial, protes yang revolusioner,
semuanya menuntut penjelasan berdasarkan psikologi dari motivasi, sikap,
dan tindakan kolektif (Kartodjirjo 1993 : 139). Dalan hal tersebut
psikologi berperan untuk mengungkap beberapa faktor tersembunyi sebagai
bagian proses mental.
4. Hubungan Sejarah dengan Ilmu Politik
Sejarah adalah identik dengan politik, sejauh keduanya menunjukkan
proses yang mencakup keterlibatan para pelaku dalam interaksinya serta
peranannya dalam usahanya memperoleh apa, siapa, kapan, dan bagaimana
(Kartodjirjo 1993 : 149).
Sampai sekarang pun sejarah politik masih menonjol, walaupun tidak
terlalu dominan seperti masa lampau. Pengaruh politik dan ilmu-ilmu
sosial sangat besar dalam penulisan sejarah politik atau disebut
sejarah politik gaya baru.
Apabila politik didefinisikan sebagai distribusi kekuasaan maka sudah
jelas faktor sosial, ekonomi, dan kultural, dapat menjadi pengaruh.
Barang siapa yang mempunyai status atau menduduki posisi tinggi maka ia
dapat mempunyai kesempatan untuk memperoleh kekuasaan. Dia lebih mudah
mengambil peranan sebagai pemimpin. Berdasarkan relasinya, ada sumber
daya ekonomi untuk melakukan peranan politiknya, artinya menyebarkan
pengaruhnya. Kalau dapat dibenarkan status sering membawa kekayaan,
namun tidak selalu benar kekayaan dapat membawa status dan kekuasaan
(Kartodjirjo 1993: 149).
Dalam distribusi kekuasaan, faktor kultural juga merupakan penentu,
sebab jenis otoritas dan struktur kekuasaan sangat dipengaruhi oleh
orientasi nilai-nilai pandangan hidup para pelaku. Kerangka konseptual
ilmu politik menyediakan banyak alat analitis untuk menguraikan berbagai
unsur politik, aspek politik, kelakuan pelaku, nilai-nilai yang
melembaga sebagai sistem politik dan lain sebagainya (Kartodjirjo 1993:
149-150).
5. Hubungan Sejarah dengan Ilmu Ekonomi
Mulai abad 20 sejarah ekonomi dalam berbagai aspeknya semakin menonjol,
apalagi setelah proses modermisasi, dimana hampir setiap bangsa di dunia
lebih memfokuskan pada pembangunan ekonomi. Terutama proses
industrualisasi beserta transformasi sosialnya menuntut kajian ekonomi
dari sistem agraris menuju ke sistem industrial (Kartodirjo, 1993:36).
Terbentuknya jaringan transportasi, perdagangan, jaringan daerah
industri dan bahan mentah menyebabkan munculnya sistem ekonomi global.
Sistem ini mempunyai pengaruh yang luas dan mendalam, tidak hanya di
bidang ekonomi melainkan juga bidang politik. Hal ini dicerminkan oleh
pertumbuhan kapitalisme. Dengan adanya ekspansi politik yang
mendukungnya maka timbulah the scramble for coconies, perebutan jajahan
atau imperialisme (Kartodirjo, 1993:137).
Hal ini menyebabkan kompleksitas sistem ekonomi membutuhkan
pendekatan-pendekatan ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi, antropologi,
ilmu politik dll. Untuk mengkaji fenomena ekonomis di negeri yang sedang
berkembang perlu pula dipergunakan ilmu bantu seperti antropologi
ekonomi. Dalam pendekatannya, sistem ekonomi berangkat dari pola
produksi, distribusi dan konsumsi yang sering ditentukan oleh sistem
sosial dan stratifikasinya. Akhirnya, kesemuanya dipengaruhi oleh faktor
kultural, selanjutnya dalam perkembangannya sejarah ekonomi mengalami
pula differensiasi dan subspesialisasi, antara lain:
a. Sejarah pertanian
b. Sejarah kota
c. Sejarah formasi kapital
d. Sejarah bisnis
e. Sejarah perburuan
6. Hubungan Sejarah dengan Geografi
Setiap peristiwa sejarah senantiasa memiliki lingkup temporal dan
spasial (waktu dan ruang), kedua-duanya merupakan faktor yang membatasi
gejala sejarah tertentu sebagai unit (kesatuan), apakah itu perang,
riwayat hidup, kerajaan dan sebagainya. Pertanyaan tentang dimana
sesuatu terjadi sudah barang tentu menunjukkan kepada dimensi geografis,
yaitu apabila yang dikaji adalah proses sejarah nasional (Kartodirjo,
1992:130).
Mengenai kedekatan ilmu geografi dan sejarah tersebut, ibarat sekutu
lama sejak zaman geografiwan dan sejarahwan Yunani Kuno Herodotus.
Menurutnya, sejarah dan geografi sudah demikian terkait, ibarat
terkaitnya pelaku, waktu dan ruang secara terpadu sehingga dapat
dikatakan secara kiasan bahwa suatu daerah atau tempat mempunyai
karakteristik atau ciri khas karena bekas-bekas peristiwa sejarah yang
terjadi di tempat tersebut.
Proses sejarah mengintregasikan daerah-daerah tertentu sebagai unit
kultural atau politik. Pada hakikatnya peta politik menunjukkan bahwa
negara-negara nasion adalah unit wilayah yang terbentuk oleh proses
sejarah, mungkin dalam jangka pendek atau jangka panjang yang merupakan
produk historis.
Peta geografi kultural mewujudkan mozaik daerah-daerah yang sama kebudayaannya tetapi terpisah satu dari yang lain.
Apabila dalam kerangka negara nasional tanah air dan bangsa merupakan
identitas negara dan rakyatnya, hal itu disebabkan karena tanah air
sebagai wilayah negara yang terjadi dalam perkembangan sejarah rakyat
tersebut, dengan kata lain, bagaimana proses intregasi sepanjang nasa
telah berhasil menyatukan sebagai bangsa. Dalam hubungan ini menjadi
jelas bahwa proses sejarahlah yang membentuk nation.